top of page

Pelatihan Museum. Menulis Label Anak untuk Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh [2022]

  • Writer: museumceria
    museumceria
  • Feb 27, 2022
  • 3 min read

Updated: Feb 28, 2022

Bulan Februari 2022 Lady Boss Museum Ceria, Ajeng Arainikasih, diundang oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh untuk memberikan pelatihan museum di acara Seminar Kebudayaan Aceh. Acara yang berlangsung selama 3 hari tersebut mengusung tema "Explore Perspektif Museum Terkini."


Acara diselenggarakan di Banda Aceh, tepatnya di Hotel Grand Aceh, Museum Tsunami Aceh, dan Kerkhof Peutjut. Acara dibuka dengan keynote speech dari Ibu Evi Mayasari, Kepala Bidang Sejarah dan Nilai Budaya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh. Acara juga dimeriahkan dengan tari-tarian khas Aceh dan hiburan band.


Tarian Aceh di malam pembukaan acara

Masih di Hotel Grand Aceh, acara pelatihan hari ke-2 menampilkan 4 pembicara. Selain Lady Boss Museum Ceria ada pula Bapak Yudi Andika (Kepala Seksi Cagar Budaya dan Permuseuman, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh), Ibu Nusi Lisabilla Estudiantin (Museum Nasional Indonesia), dan Ibu Hafnidar (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh) yang tampil sebagai 3 pembicara lainnya.


Pak Yudi menjelaskan tentang sistematika pendirian museum. Ibu Nusi menjelaskan mengenai manajemen pameran, dan Ibu Hafnidar menjelaskan teknis Pekan Budaya Aceh yang akan datang.


Sedangkan, Ibu Ajeng - Lady Boss Museum Ceria - menyampaikan teori mengenai bagaimana menulis label museum yang interpretatif (bercerita), termasuk juga label museum untuk anak.


Peserta kegiatan ini berjumlah 40 orang dan merupakan pegawai yang berasal dari sekitar 10 museum di Provinsi Aceh.


Lady Boss Museum Ceria menjelaskan tentang label interpretatif dan label anak di Hotel Grand Aceh, Banda Aceh

Hari ke-3 adalah waktunya mempraktekan teori yang sudah diberikan di hari sebelumnya. Praktek menulis label berlangsung di Kerkhof Peutjut dan Museum Tsunami Aceh. Tentunya, bukan Museum Ceria kalau tidak melakukan gamifikasi sejarah! Jadi, sambil praktek menulis label anak, peserta juga bermain! Seru!


Yup! Peserta diajak untuk kembali ke tahun 1936 ketika Mayor Doup dari Corps Marechaussee Koetaradja (Korps Marsose Banda Aceh) sedang mengumpulkan dana dan materi untuk mendirikan Atjeh Legermuseum (Museum Militer Aceh). Atjeh Legermuseum tersebut betul-betul eksis lho di Banda Aceh antara tahun 1937-1942.


Dalam kegiatan praktek menulis label ini, peserta (dalam kelompok kecil) harus memilih 1 makam dan menuliskan label yang dimengerti oleh anak-anak tentang makam tersebut. Misalnya, tentang tokoh yang dimakamkan, atau tentang ragam hias makam, bahkan tentang sejarah lokal terkait makam/tokoh yang dimakamkan.


Lady Boss Museum Ceria memberikan misi kepada peserta untuk bermain sambil praktek menulis label anak di Kerkhof Peutjut

Sebelum peserta "hunting" makam untuk dituliskan sebagai label, Pak Yudi Andika juga menjelaskan mengenai sejarah komplek Kerkhof Peutjut sebagai makam militer Belanda. Juga tentang makam-makam orang-orang Eropa, Cina, dan Indonesia yang dimakamkan disana. Menarik sekali lho kisahnya!


Hasilnya, ada 1 kelompok peserta yang menulis label anak mengenai makam Avram Meier Bolchover. Bolchover adalah seorang pedagang Yahudi dari Romania yang datang ke Aceh sebelum Perang Aceh berlangsung.


Di Banda Aceh, Bolchover membeli sebidang tanah dan membuka usaha perumahan dan perkebunan. Daerah tersebut kemudian terkenal dengan nama Kampung Blower (kini bernama Kampung Sukaramai) karena penduduk setempat kesulitan untuk melafalkan Bolchover.


Nisan Avram Meier Bolchover di Kerkhof Peutjut Banda Aceh

Memang, di Kerkhof Peutjut terdapat beberapa makam orang Yahudi. Biasanya makam mereka memiliki lambang Star of David atau aksara Hebrew.


Sambil latihan menulis label anak, peserta juga bisa "seru-seruan" main. Lady Boss Museum Ceria juga sekaligus "menyelipkan" diskusi tentang pentingnya narasi dekolonisasi di museum.


Yup! Betul sekali! Sebagian besar kelompok memilih menulis label mengenai tokoh-tokoh militer Belanda seperti Jenderal Kohler dan Jenderal Pel. Namun, tidak ada satupun kelompok yang memilih untuk membahas mengenai tentara KNIL lokal yang berasal dari Jawa, Manado, dan/atau Ambon. Padahal banyak lho tentara KNIL dari kepulauan Indonesia yang dimakamkan di Kerkhof Peutjut karena gugur di Perang Aceh.


Salah satu daftar nama orang yang dimakamkan di Kerkhof Peutjut. Banyak nama orang Indonesianya.

Acara kemudian ditutup dengan diskusi, dan pemberian plakat kepada para pembicara oleh Ibu Evi Mayasari di Museum Tsunami Aceh. Terima kasih Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh sudah mengundang Museum Ceria untuk sharing di acara Seminar Kebudayaan Aceh ini. Semoga ilmunya bermanfaat ya.


Pemberian plakat dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh untuk pembicara

Demikianlah cerita tentang salah satu portofolio Museum Ceria di bidang pelatihan museum. Siapa lagi hendak turut? Eh, maksudnya, provinsi, kota, atau instansi mana lagi yang mau bikin pelatihan museum? Yuk mari kontak kami!


Commentaires


bottom of page